Klenteng Sam Po Kong

Udah gak kehitung sudah berapa kali kami pulang ke Semarang... tapi baru kali ini sempet mampir ke klenteng Sam Po Kong. Inipun gara-gara anakku yang minta, karena tertarik melihat bangunannya yang kelihatan sudah selesai direnovasi dan berwarna merah amat menyala terlihat dari jalan besar yang kami lewati dalam perjalanan antara bandara ahmad Yani ke rumah orang tuaku.

Entahlah... kenapa anakku begitu tertarik dengan budaya China, mungkin karena di dalam tubuhnya masih mengalir sedikit darah China yang berasal dari nenek moyang bapaknya. Wallahualam.... Karena dalam kegiatan studynyapun dia pernah amat sangat antusias mengikuti Program pertukaran pelajar ke Taiwan dan Hongkong, padahal ada beberapa pilihan tujuan negara lainnya. Nah mumpung ada waktu, kamipun berkunjung ke klenteng Sam Po Kong atau klenteng Gedong Batu, dinamakan Gedong Batu karena klenteng ini berada di sebuah bukit batu yang terletak di daerah Simongan, barat daya kota Semarang.

Bangunan utama klenteng dengan latar depan patung Cheng Ho

Menurut cerita, klenteng ini didirikan oleh Laksamana Cheng Ho, seorang nakhoda muslim dari China yang sedang berlayar untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam yang kemudian berlabuh di pantai Utara Semarang karena awak kapalnya sakit dan membutuhkan perawatan. Akibat pendangkalan, klenteng yang semula terletak di daerah pantai ini sekarang berada jauh dari pantai.

Konon katanya, sebenarnya bangunan ini dulunya adalah sebuah mesjid. Tempat persembayangan utama di klenteng ini dulunya merupakan tempat ibadah laksamana Cheng Ho yang muslim dan juga tempat ibadah pasukannya yang sebagian besar non muslim. Namun karena kaburnya sejarah dan bentuk bangunannya yang berarsitektur China, maka pada akhirnya bangunan ini dipergunakan oleh warga keturunan China sebagai tempat pemujaan atau bersembayang dan untuk memperoleh peruntungan di masa depan serta tempat berziarah untuk menghormati jasa Cheng Ho walaupun dia seorang muslim. Hal ini dapat dimaklumi, karena menurut agama mereka orang yang telah meninggal dianggap dapat memberikan pertolongan.

Patung Laksamana Cheng Ho

Di klenteng ini terdapat pula sebuah jangkar kapal yang dipercaya sebagai jangkar kapal milik Laksamana Cheng Ho, dan sampai sekarang kerap disembayangi warga keturunan China untuk mendapatkan berkat dan rejeki.

Jangkar kapal Cheng Ho

Karena kunjungan kami ke klenteng tersebut bukan bermaksud untuk bersembayang atau berziarah apalagi mencari peruntungan, tapi hanya sekedar ingin tahu dan berfoto ria, maka anakku bertambah senang saat menemukan tempat persewaan kostum tradisonal China di areal klenteng. Hahaha... kami jadi bisa merasakan sejenak menjadi putri dari Kerajaan China. Dalam batinku, saat dulu kami berkunjung ke Beijing aja gak sempat kepikiran untuk berfoto dengan kostum tradisional China, tapi di Indonesia di kota tempat tinggal orang tuaku malah bisa. Ya.... kapan lagi... mumpung ada kesempatan, akhirnya seperti inilah jadinya kami sebagai Putri China yang berkulit agak gelaaaap. Sayang, bapaknya gak ikut... jadi terasa kurang lengkap karena gak ada Kaisarnya...


Pastry Durian

Tetanggaku mengirim oleh-oleh sepulang dari Medan, dan kebetulan yang menerima adalah suamiku. Kata suamiku : 'Ma, ini ada oleh-oleh dari Medan, pokoknya mama banget deh..." Aku sempat bingung dengan ucapan suamiku, apa maksudnya...? Setelah tas kertasnya aku buka, ternyata isinya pastry durian...!!! Ya... serumah memang cuma aku yang suka durian. Pantesan aja suamiku bilang begitu.

Satu kotak yang cantik berisi 10 buah pastry, dan pastrynya tipiiiis banget berisi durian yang tentu saja tanpa biji, apalagi kulitttt. Jadi semacam lumpia basah isi durian gitulah... Rasanya...? Mmmmmm... yang pasti yummyyyy... dan dureeen bangeeettt... Serasa makan durian aslinya. Gak tau deh, selain dijual di Medan, apakah pastry durian sudah dijual di kota lain...? Klo memang belum ada, beli aja durian aslinya, malah ada bonus biji dan kulitnya. Hahaha.....

Jalan-jalan di Yogya, bagian 3



Hari ini aku mengajak anakku berkunjung ke kraton Yogya, mumpung dia lagi mau. Maklum, sudah beberapa kali ke Yogya, belum pernah sekalipun aku berhasil mengajaknya untuk lebih mengenal budayanya sendiri, yaitu peninggalan budaya tradisional Jawa. Hmmm anak sekarang, maunya diajak jalan ke mal aja, agak susah diajak ke tempat-tempat peninggalan nenek moyang......

Pintu masuk kraton Yogyakarta

Dari hotel tempat kami menginap di kawasan Malioboro ke kraton, kami menggunakan 2 becak untuk kami bertiga dengan tarif cukup murah, hanya Rp 5.000 saja per becak. Sampai disana, kami harus membayar tiket masuk @ Rp 5.000 dan Rp 1.000 per kamera/HP apabila kita ingin mendokumentasikan pengalaman berwisata di kraton. Itupun kami sudah mendapat seorang tour guide untuk memandu kami bertiga selama mengelilingi kraton.

Abdi dalem yang selalu setia (ini sih cuma patung...)

Di kraton bisa kita melihat bangunan-bangunan tempat tinggal sultan, putri-putri sultan (kaputren), tempat sultan menerima tamu, menjamu tamu dll. Kebetulan pada saat kami berkunjung adalah hari lahirnya (weton) Sultan Hamengku Buwono X (Selasa Wage) yang dalam tradisi Jawa diperingati setiap 35 hari sekali. Di bawah rindangnya pohon nampak gerombolan para abdi dalem keprajan (mantan PNS yang menjadi abdi dalem kraton) yang sedang mengadakan jumenengan untuk mendoakan sultan, padahal mungkin sultannya sendiri tidak berada di tempat.

Abdi dalem keprajan sedang jumenengan (yg ini bukan patung...)

Di beberapa ruang yang berlainan, kita bisa melihat peninggalan dari Sultan HB I s/d sekarang, dari busana, penghargaan, senjata, benda kesayangan, peralatan memasak, kursi kebesaran/singgasana, tandu dll. Yang menarik, Sultan HB IX pada masa mudanya sangat aktif di organisasi Pandu, sekarang Pramuka. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka selain pernah pula menjabat sebagai Wakil Presiden RI dan juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia. Karena pengalamannya di Pandu, beliau mempunyai hobby memasak. Peralatan masak-memasak beliau dari kompor, panci, penggorengan, dan aneka peralatan dapur lainnya serta bumbu-bumbu masak seperti garam, merica, bumbu penyedap dll yang masih tersisa dikoleksi pula di salah satu ruangan di kraton.

Bangunan istana dimana keluarga HB X tinggal

Rupanya anakku tertarik juga dengan cerita-cerita dari tour guide kami selama berkeliling di kraton. Dia juga baru paham bahwa sultan-sultan terdahulu mempunyai lebih dari satu isteri yang dinamakan selir, apalagi ceritanya didukung dengan foto-foto para selir sultan terdahulu beserta putra-putrinya.

Setelah lelah berkeliling kraton, barulah kami merasakan perut yang ternyata sudah keroncongan. Ternyata gak terasa memang sudah waktunya untuk makan siang. Kamipun naik andong menuju tempat makanan khas Yogyakarta, 'gudeg' banyak diburu, yaitu ke jalan Wijilan masih di dekat-dekat kraton juga.

Naik andong...tuk tik tak tik tuk........nglaras tenan...

Di jalan Wijilan, banyak sekali berderet penjual gudeg khas Yogya. Kalau kita gak pernah kesana sudah pasti agak bingung untuk memilih. Untungnya aku sudah mendapat rekomendasi untuk mencoba datang ke salah satu penjual gudeg disana, jadi... ya kesanalah tujuan kami.


Gudeg Yu Djum, itulah nama gudeg yang akan kami coba siang hari itu. Sepiring nasi putih dilengkapi dengan lauk gudeg kering, sambal goreng krecek, tahu, telor dan suwiran ayam yang dilengkapi dengan krupuk menjadi santapan kami siang itu ditemani segelas es jeruk. Hmmmm nyam nyam..... dan mengenyangkan...



Jalan-jalan di Yogya, bagian 2

Hari kedua di Yogya, yaitu hari Senin, kami ingin mengunjungi museum seni dan budaya Jawa 'Ulen Sentalu', rekomendasi dari tanteku di Bandung. Dengan taxi yang kami sewa, meluncurlah kami ke arah Daerah wisata Kaliurang. Meskipun sopir taxinya orang asli Yogya, ternyata dia sendiri belum pernah mendengar yang namanya Ulen Sentalu. Begitu juga dengan beberapa orang yang kami tanya di sekitar hotel. Hmmm, jadi tambah penasaran aja untuk mengunjunginya. Tempat apa ini gerangan? Koq orang-orang Yogya banyak yang gak tau...

Dalam perjalanan ke arah Kaliurang hawanya makin lama makin sejuk, seperti di Puncak dan tiba-tiba aku melihat toko 'Mirota' cabang Kaliurang yang direkomendasikan oleh oomku. Kamipun berhenti sejenak untuk istirahat sekaligus melihat-lihat dan berfoto ria. Apa yang dijual disana hampir sama dengan yang di jual di Mirota Malioboro, hanya saja karena lokasinya agak jauh dari kota maka kita bisa lebih bebas dan leluasa melihat-lihat dan memilih.

Kolam ikan di depan 'Mirota' Kaliurang

Berfoto sejenak di 'Mirota' Kaliurang

Kamipun melanjutkan perjalanan ke arah Kaliurang, dan setelah kurang lebih km 25 dari Yogya di sebelah kiri jalan terlihat papan nama kecil menuju museum seni budaya Jawa. Taxipun berbelok ke kiri memasuki jalanan kecil yang dipenuhi semak, pemandangan di depan kami seolah-olah kami memasuki sebuah hutan kecil.

Akhirnya sampailah kami di gerbang museum, tapi koq sepi amat ya suasananya..? Hanya ada satu mobil yang kemudian datang tak lama sesudah kami dengan beberapa penumpangnya.

Gerbang museum Ulen Sentalu, sayang fotonya agak kabur ya....

Akupun turun menuju gerbang untuk mencari informasi, dan di pintu gerbang terdapat sebuah papan pengumuman :
Museum buka Selasa sd Minggu jam 9.00 s/d 16.00 Hari Senin tutup...! Waah, pass sekali, hari itu hari Senin, bertepatan dengan hari tutupnya museum... Hahaha... penontonpun kecewa... dan jadi tambah penasaran. Bener-bener deh... Ulen Sentalu is the next destination... entah kapan... kalau kami ke Yogya lagi...

Dengan agak kecewa kamipun melanjutkan perjalanan ke tempat wisata Kaliurang, dan disana aku melihat ada sebuah warung yang pernah pula dikunjungi pak Bondan saat kunjungannya ke Kaliurang, 'Warung jadah tempe mbah Carik'. Penasaran dengan yang namanya jadah tempe, kamipun mampir ke warung tersebut.

Jadah tempe, ternyata terdiri dari 'jadah' yaitu ketan yang yang dikukus dan dipulung dan disajikan dengan 'tempe bacem'. Ada juga 'wajik', hampir sama dengan jadah, hanya saja dikukus dengan gula merah. Enak juga, dingin-dingin minum teh hangat ditemani jadah tempe dan wajik. Setelah itu, kamipun meluncur kembali ke Yogya...

Jalan-jalan di Yogya, bagian 1

Hari pertama di Yogya, kami habiskan waktu untuk berjalan-jalan santai sepanjang Malioboro. Eh... siapa tau ada hal-hal menarik yang bisa kita lihat atau kita beli...? Ternyata Malioboro memang tidak banyak perubahan, masih sama seperti beberapa tahun yang lalu waktu terakhir kami berkunjung. Sesekali aku berhenti melihat-lihat barang yang mereka dagangkan. Aku tertarik membeli beberapa set kalung dan anting etnik khas Yogya. Anakku membeli sandal kulit berwarna ungu warna favoritnya dan memborong gelang kulit untuk teman-temannya.

Di sepanjang Malioboro aku membeli beberapa potong hem, blus, daster dan rok batik, termasuk motif Mega Mendung, batik motif Cirebon yang ternyata banyak juga dijual di Yogya. Kenapa diberi nama Mega Mendung??? Mungkin karena motifnya mega/awan... Mendung...? Tapi pastinya nama tersebut gak ada hubungannya dengan perolehan suara partainya Megawati...
Perjalanan menyusuri Malioboro berakhir di sebuah toko di ujung Malioboro, yaitu Pusat Batik dan Kerajinan 'Mirota'. Ini merupakan toko favoritku berburu oleh-oleh dan cindera mata bila aku ke Yogya, karena bisa one stop shopping disini.Interior 'Mirota' Malioboro

Ada aneka camilan kering khas Yogya, aneka minuman tradisional Jawa yang sudah dikemas modern berupa minuman bubuk atau celup seperti wedang jahe, secang, purwoceng, sabun dan shampo tradisional, aroma terapi, batik, kerajinan dll. Ada pula coklat homemade Yogya yang konon mutunya gak kalah dengan coklat impor, 'Coklat Monggo', yang dalam bahasa Jawa berarti 'silakan'. Pembuatnya adalah dua orang penggila coklat asal Belgia dan Ambon.


Tak lengkap apabila kita berkunjung ke suatu daerah tanpa mencicipi makanannya, alias wisata kuliner. Kakakku menginformasikan, kalau sempat cobalah gado-gado di Pasar Beringharjo yang direkomendasikan oleh Butet Kartaradjasa kepada pak Bondan Winarno di acara Wisata Kuliner beberapa waktu yang lalu. Pada kunjungan-kunjungan ke Yogya sebelumnya, aku juga sudah mencicipi tempat-tempat kuliner rekomendasi dari teman seperti bakmi Jowo Kadin, bebek goreng Cak Koting, udang madu mak Engking. Sayang...hasil perburuan terdahulu tidak masuk blog, karena saat itu memang aku belum mengenal blog.

Kebetulan, kami sudah sampai di Mirota yang terletak di seberang pasar Beringharjo, kamipun menyebrang untuk mencari tempat gado-gado dimaksud. Ternyata memang gado-gado itu adalah gado-gado legendaris dari beberapa tahun yang lalu, dan sekarang sudah dikelola oleh generasi yang ketiga, Gado-gado Bu Hadi namanya.Lokasinya, di lantai 2 di pasar bagian belakang (agak jauh masuknya), tempatnya sederhana tetapi terbilang bersih. Porsi gado-gado cukup, tidak terlalu banyak, terdiri dari potongan ketupat, tahu, tempe, kentang, 1/2 bagian telur rebus, rebusan kacang panjang dan tauge, tomat dan daun selada yang diguyur dengan bumbu kacang dan ditaburi emping serta kerupuk bawang. Mirip dengan penampilan gado-gado Jakarta, disajikan dengan bersih. Dan biasanya, kalau makan gado-gado disini lebih enak bila ditemani dengan es kopyor. Yaaah, lumayanlah untuk mengisi perut yang memang sudah lapar dan menghilangkan rasa haus karena sudah berjalan sepanjang Malioboro dan masuk ke daerah belakang pasar Beringharjo yang cukup jauh. Tapi.....puassss, karena sasaran buruan sudah ditemukan.

Kaos Pitutur

Kaos...? Ya pastilah kaos...t-shirt...busana yang biasa digunakan orang sebagai pakaian sehari-hari. Pitutur...? Ini sebuah kata dari bahasa Jawa, yang berarti nasehat. Kaos pitutur...? Bisa diartikan sebagai kaos yang berisikan nasehat. Desain kaosnya amat kental dengan falsafah budaya Jawa dan kata-kata bijak yang diambil dari serat Pujangga Jawa, Ronggo Warsito. Cukup menarik sebagai usaha untuk melestarikan budaya Jawa.

Mula-mula, beberapa tahun yang lalu tidak sengaja aku membelinya saat kami berkunjung ke Yogya di suatu toko yang merupakan Pusat Batik dan Kerajinan di ujung jalan Malioboro untuk suamiku, dan ternyata suamiku menyukainya. Ya iyalaaaah... wong dibeliin...

'Sekti tanpo aji-aji' yang artinya 'Kesaktian tidak harus dimiliki dengan kekuatan yang lebih...' Hihihi... sekarang kondisi kaosnya udah agak belel...
Kemudian saat anakku study tour ke Yogya bersama teman-teman sekolahnya, rupanya dia tertarik membeli kaos pitutur juga untuk oleh-oleh bapaknya. Dan rupanya karena bapaknya berkumis, dia pilih kaos pitutur yang bergambar Gatotkaca...

'Gatotkaca adalah satria Pringgondani, super hero Indonesia, berotot kawat, bertulang besi yang melebihi kekuatan Superman'. Hehehe... Emangnya suamiku punya otot kawat dan tulang besi serta kekuatan melebihi Superman...? Lebay kali ya... Kumisan sih emang iya...

Dan kini, setiap kali berkunjung ke Yogya aku jadi suka mampir ke toko tersebut untuk menambah koleksi kaos pitutur suamiku dan bagus juga untuk dijadikan oleh-oleh. Beberapa koleksi kaos pitutur :
'Dadio manungso kang nrimo ing pandum, ning kudu keduman'. Hahaha... cukup menggelitik juga tulisannya, artinya ' Jadilah manusia yang menerima apa adanya, tapi harus dapat bagian...' Kalau gak dapat bagian, boleh protessss... Kemana? Nah itu dia...!!!

'Ojo selingkuh...' artinya jelas sekali...'jangan selingkuh...!!!' karena gak ada arti yang lain lagi... Pas sekali untuk dihadiahkan pada suami yang punya niatan selingkuh... atau sebagai peringatan dini kepada para suami agar tidak selingkuh???

'Ojo seneng maido' diartikan sebagai 'jangan suka membantah'. Padahal menurut pemikiranku sih lebih cocok diartikan sebagai 'jangan suka mencela atau jangan suka menyalahkan orang lain...' Jadi... siapa yang harus disalahkan? Salahkan saja diri sendiri...!!!

'Ngalah dhuwur wekasane, ojo dadi ngalah dhuwur rekasane' artinya 'mengalah itu baik nantinya, jangan sampai mengalah membuat menderita....' Ooooooh.... kasihan amat kalau udah mengalah, akhirnya harus menderita...

Hati-hati mengup-load foto ke Facebook!!!

Sering aku baca artikel peringatan untuk berhati-hati dan tidak sembarangan bila akan mengupload foto ke internet untuk dimuat di friendster, blog maupun facebook. Aku sendiri belum pernah melihat efek dari upload foto yang sembarangan, karena aku sendiri juga tidak tahu upload foto yang bagaimana yang dibilang sembarangan dan seberapa jauh kita harus berhati-hati.

Namun, sekarang aku sudah menemukan salah satu contoh efek dari upload foto yang 'tidak berhati-hati ' atau 'sembarangan' tersebut ke internet karena telah di 'edit' oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Dan tentunya aku tidak ingin melihatnya untuk diri sendiri, tapi ingin berbagi dengan pembaca blog-ku semua, sehingga teman-teman bisa lebih berhati-hati bila akan meng upload foto ke facebook.

Ingin tau kenapa....? Inilah alasannya... Siap-siap komentar ya....!!!???


Ini foto asli yang di upload, kemudian foto-foto di bawahnya adalah hasil edit
oleh orang yang tidak bertanggung jawab!


"Bang...SMS siapa ini bang....
Bang...isinya pake sayang-sayang..."

Hahahaha.... Jadi, berhati-hatilah bila anda mau mengupload foto ke facebook. Siapa tahu wajah anda akan muncul di goyangan ini. Waspadalah...waspadalaaaah...!


Sumber : email from wita pertiwi@first media.com

Heboh malam Jum'at di "LATOPIA"

Keluarga besarku dari pihak ibu hampir semuanya tergabung di FB termasuk adik sepupu dan keponakanku yang masih duduk di bangku kelas 3 SD. Bisa dikatakan yang tidak tergabung hanyalah generasi tuanya alias sesepuh-sesepuh di keluarga besarku. Hingga akhirnya terbentuklah group keluarga LATOPIA di FB dengan anggota berjumlah sekitar 25 orang. (Mengenai asal usul dan arti nama Latopia mungkin tidak perlu aku ceritakan disini...).

Asyiknya di FB adalah saat kami antar teman dan saudara saling memberikan komentar pada waktu ada status update maupun upload foto. Pada saat itu, kami bisa saling komentar dengan bebas dan spontan yang umumnya adalah hal-hal sepele yang cenderung lucu dan konyol, bahkan kadang-kadang tidak ada hubungannya dengan status yang tertulis, atau istilahnya 'asal njeplak!!!'. Tapi justru status-status sepele itulah yang banyak mengundang perhatian dan panen komentar dari fesbuker yang lain. Dan tentu saja yang dikomentari gak boleh marah... kalau gampang marah..., aku rasa mendingan gak usah fesbukan aja...

Saat aku pulang ke Semarang menjenguk orang tuaku, salah satu keponakan laki-lakiku yang masih duduk di kelas 3 SD menunjukkan hasil jepretan fotonya yang telah dimodifikasi dengan frame unik. Obyek fotonya...? Ternyata eyang kakungnya sendiri alias bapakku yang sudah sepuh, sehingga kami menyebutnya sebagai Sesepuh Latopia.

Melihat hasil fotonya, kami yang ada di sana semua tertawa termasuk bapakku yang menjadi obyek foto. Bagaimana tidak...? Di foto itu, bapakku seolah-olah menjelma menjadi penyanyi rock berambut panjang bercat kuning, mengenakan jaket kulit ketat lengkap dengan aksesoris kalung, dan kedua tangannya terangkat mengacungkan dua jari "Peace...!"

Anakku kemudian mengupload foto tersebut ke Group Latopia di FB (Punten, nuwun sewu, permisi, maaf ya pak, Eyang kakung... bukannya kami bermaksud. kurang ajar). Kebetulan malam itu adalah malam Jum'at, reaksi kakakku di Bandung melihat foto tersebut...? Dia sebagai admin di group Latopia malah menulis pesan ke semua anggota : 'Ada foto penampakan misterius di Latopia...' Reaksi anggota Latopia yang lain...? Tentu saja heboh...!!! Wall group Latopia yang biasanya hanya dikomentari oleh om, tante, kakak, adik-adik dan sepupu...malam itu panen komentar juga dari para keponakan. Lucu-lucu dan ngasal juga komentar-komentarnya...

Sebenarnya aku takut kuwalat juga sih, orang tua koq buat mainan... Tapi reaksi bapakku ternyata amat santai dan bijak : ' Alhamdullilah...kalau foto bapak bisa bikin semua keluarga senang...' Waaahhh, aku gak jadi takut kuwalat deh... berarti upload foto itu sudah mendapat restu dan persetujuan dari obyek fotonya.

Dengan dimuatnya cerita ini di blog, sekali lagi aku haturkan berjuta maaf, permisi, punten dan nuwun sewu kepada bapak tercinta. Peace...! Piss...! I love you pak...

foto : by Ardhan Naufal

BOTRAM

Di saat Facebook lagi mewabah, hampir semua anggota keluarga besarku bergabung disana. Tapi ada salah seorang oomku yang berdomisili di Bandung yang masih enggan bergabung. Alasannya...? Takut ketagihan, kayak baca buku Ko Ping Ho... Kalau udah ketagihan, pasti susah berhentinya. Tapi entah kenapa, akhirnya si oom yang satu ini bergabung juga di Facebook, bisa dikatakan malah kecebur dan susah untuk naik lagi ke daratan. "Ajib emang FB...", komentarnya.

Melihat foto profil si oom yang terlihat senyam-senyum dan sedang menenteng sesuatu... (lebih pasnya sih mencangklong sesuatu!), yang aku perkirakan sebagai laptop, akupun komentar di wallnya.
"Oom, jangan mesam-mesem terus, ntar laptopnya ilang lagi...", karena beberapa waktu yang lalu oomku ini kehilangan laptopnya di mobil yang baru diparkir sekitar 15 menit.
Si oom menjawab : "Itu bukan laptop... itu BOTRAM...!"
Botram...? Apaan sih botram? Aku jawab dengan agak ragu : "Botak rambutnya ya oom?" karena oomku ini memang agak kurang subur rambutnya... (Maaf, punten, nuwun sewu ya oom...)
Dijelaskan oleh oomku : "Kalau bahasa Sunda, botram itu artinya bento/ponggol/tromol/ompreng atau bekal makanan. Tapi emang bener sih botak rambutnya, makanya oom dikenal dengan nama AGUS BOTRAM... Agak GUndul Sedikit dan BOtak RAMbutnya..."
Aku jawab lagi : "Mungkin lebih tepatnya UMAR AGUS BOTRAM oom... Untung Masih Ada Rambutnya..." Hahaha...dasar keponakan kurang ajaaarrr...!

Suatu ketika saat aku sedang dalam perjalanan Jakarta - Bandung, si oom ku yang tinggal di Bandung ini SMS : "Kalau ke Bandung gak usah bawa BOTRAM...di Bandung sudah ada dua..."
Hahaha... Kali ini BOTRAM yang dimaksud tentu saja bukan bekal makanan, tapi Botak Rambutnya, karena kebetulan kakakku yang tinggal di Bandung juga Botram...! (Maaf, punten, nuwun sewu mas...)