Klenteng Sam Po Kong

Udah gak kehitung sudah berapa kali kami pulang ke Semarang... tapi baru kali ini sempet mampir ke klenteng Sam Po Kong. Inipun gara-gara anakku yang minta, karena tertarik melihat bangunannya yang kelihatan sudah selesai direnovasi dan berwarna merah amat menyala terlihat dari jalan besar yang kami lewati dalam perjalanan antara bandara ahmad Yani ke rumah orang tuaku.

Entahlah... kenapa anakku begitu tertarik dengan budaya China, mungkin karena di dalam tubuhnya masih mengalir sedikit darah China yang berasal dari nenek moyang bapaknya. Wallahualam.... Karena dalam kegiatan studynyapun dia pernah amat sangat antusias mengikuti Program pertukaran pelajar ke Taiwan dan Hongkong, padahal ada beberapa pilihan tujuan negara lainnya. Nah mumpung ada waktu, kamipun berkunjung ke klenteng Sam Po Kong atau klenteng Gedong Batu, dinamakan Gedong Batu karena klenteng ini berada di sebuah bukit batu yang terletak di daerah Simongan, barat daya kota Semarang.

Bangunan utama klenteng dengan latar depan patung Cheng Ho

Menurut cerita, klenteng ini didirikan oleh Laksamana Cheng Ho, seorang nakhoda muslim dari China yang sedang berlayar untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam yang kemudian berlabuh di pantai Utara Semarang karena awak kapalnya sakit dan membutuhkan perawatan. Akibat pendangkalan, klenteng yang semula terletak di daerah pantai ini sekarang berada jauh dari pantai.

Konon katanya, sebenarnya bangunan ini dulunya adalah sebuah mesjid. Tempat persembayangan utama di klenteng ini dulunya merupakan tempat ibadah laksamana Cheng Ho yang muslim dan juga tempat ibadah pasukannya yang sebagian besar non muslim. Namun karena kaburnya sejarah dan bentuk bangunannya yang berarsitektur China, maka pada akhirnya bangunan ini dipergunakan oleh warga keturunan China sebagai tempat pemujaan atau bersembayang dan untuk memperoleh peruntungan di masa depan serta tempat berziarah untuk menghormati jasa Cheng Ho walaupun dia seorang muslim. Hal ini dapat dimaklumi, karena menurut agama mereka orang yang telah meninggal dianggap dapat memberikan pertolongan.

Patung Laksamana Cheng Ho

Di klenteng ini terdapat pula sebuah jangkar kapal yang dipercaya sebagai jangkar kapal milik Laksamana Cheng Ho, dan sampai sekarang kerap disembayangi warga keturunan China untuk mendapatkan berkat dan rejeki.

Jangkar kapal Cheng Ho

Karena kunjungan kami ke klenteng tersebut bukan bermaksud untuk bersembayang atau berziarah apalagi mencari peruntungan, tapi hanya sekedar ingin tahu dan berfoto ria, maka anakku bertambah senang saat menemukan tempat persewaan kostum tradisonal China di areal klenteng. Hahaha... kami jadi bisa merasakan sejenak menjadi putri dari Kerajaan China. Dalam batinku, saat dulu kami berkunjung ke Beijing aja gak sempat kepikiran untuk berfoto dengan kostum tradisional China, tapi di Indonesia di kota tempat tinggal orang tuaku malah bisa. Ya.... kapan lagi... mumpung ada kesempatan, akhirnya seperti inilah jadinya kami sebagai Putri China yang berkulit agak gelaaaap. Sayang, bapaknya gak ikut... jadi terasa kurang lengkap karena gak ada Kaisarnya...


Label: edit post
0 Responses